Kasih Orang Tua Sepanjang Jalan, Kasih Anak Sepanjang Penggalahan
Teman-teman semua,,,, izinkan saya untuk bertukar pikiran sejenak. Terutama kepada anda yang sudah berkeluarga. Atau bagi anda yang kini berada jauh dari orang tua, karena sedang merantau ke negeri seberang (sama seperti saya (penulis) yang juga seorang perantau).
Coba di ingat-ingat kembali, kapankah terakhir kalinya kita mengunjungi kedua orang tua kita? Seberapa besarkah perhatian kita kepada kedua orang tua kita? Apakah kita rutin mengirimkan uang untuk kedua orang tua kita?
Entah kenapa, pada artikel kali ini timbul keinginan kuat di benak saya untuk menulis masalah ini.Mungkin salah satu pemicunya adalah, karena ada kasus pada salah seorang tetangga saya yang nyaris tidak pernah memperdulikan orang tuanya di kampung.
Saya mendapatkan berita ini dari istri saya, dan istri saya mendapatkan cerita ini dari temannya (yang notabene adalah adiknya orang itu).
Teman istri saya itu bercerita (curhat kepada istri saya) karena merasa kesal kepada kakak laki-lakinya. Abangnya itu hampir tidak pernah memperhatikan orang tuanya, disebabkan oleh karena terlalu tunduk kepada istrinya. Dia nyaris tidak pernah berkirim uang kepada orang tuanya. Kalau pun diberi, mesti harus dipaksa/ditagih dulu oleh adik perempuannya.
Miris sekali.
Memang hal ini biasanya banyak terjadi setelah seseorang menikah. Terkadang ada sebagian orang yang cenderung mengabaikan kedua orang tuanya.
Apa tandanya?
Diantaranya adalah jarang mengunjungi, dan hampir tidak pernah memperhatikan kebutuhan kedua orang tuanya. Ada yang terjadi karena faktor tidak sengaja (khilaf/lupa). Ada pula yang terjadi dengan sadar/sengaja (biasanya terjadi karena pengaruh orang ketiga (istrinya).
Banyak faktor yang membuat kita tanpa sadar telah 'mengabaikan' orang tua kita. Faktor itu antara lain, karena jarak yang jauh dari orang tua (merantau). Bisa juga karena kita terlalu sibuk dengan urusan pekerjaan dan keluarga kita (anak istri). Sehingga kedua orang tua pun terlupakan.
Ada pula karena faktor pihak ketiga, yaitu pengaruh istri (yang punya tabiat kurang baik/pelit). Istrinya terlalu curiga dan takut harta suaminya terlalu banyak diberikan kepada kedua orang tuanya. Dan parahnya sang suami terlalu tunduk kepada istrinya, sehingga lebih condong kepada istrinya daripada kedua orang tuanya.
Bahkan ada orang yang semua gaji, surat-surat penting, sampai kartu ATM diberikan kepada istrinya. Sehingga ketika ada keluarga atau orang tuanya yang membutuhkan bantuan dan biaya, dia tidak bisa berbuat apa-apa. Karena semua hartanya telah dikuasai oleh istrinya.
Padahal,,,, andai orang tua (ayahnya) ingin mengambil harta mereka, maka sesungguhnya sang ayah berhak atas harta anaknya itu.
Jadi ayah boleh (jika dia ingin) mengambil harta anaknya. Dalilnya hadits nabi berikut ini :أَنْتَ وَمَالُكَ لِوَالِدِكَ إِنَّ أَوْلاَدَكُمْ مِنْ أَطْيَبِ كَسْبِكُمْ فَكُلُوا مِنْ كَسْبِ أَوْلاَدِكُمْ
“Engkau dan hartamu adalah milik orang tuamu. Sesungguhnya anak-anakmu adalah sebaik-baik dari hasil usahamu. Makanlah dari hasil usaha anak-anakmu itu.” (HR. Abu Daud, no. 3530; Ahmad, 2: 214. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth menyatakan bahwa hadits ini shahih lighairihi, sanad haditsnya hasan).
Namun walaupun boleh (mengambil harta anaknya), tentunya semua orang tua lebih ingin jika harta itu didapatkan karena diberikan oleh anaknya sendiri. Sebab, tentu cara ini akan lebih membahagiakan mereka, karena di sinilah akan terlihat ada perhatian sang anak terhadapnya.
Sesungguhnya, bagi orang tua akan jauh lebih berharga perhatian dari kita berupa ketulusan, keikhlasan dan kasing sayang. Hanya itulah sesungguhnya yang mereka harapkan dari anak-anaknya.
Tidak ada satu orang tua pun yang mengharapkan mendapatkan pemberian harta yang berlimpah dari anak-anaknya. Lagipula untuk apa harta yang berlimpah bagi mereka? Toh mereka sudah tua. Bagi mereka, pemberian yang sedikit, itu sudah lebih dari cukup. Yang penting pemberian itu cukup untuk kebutuhan makan dan keperluan pokok mereka sehari-hari.
Sayangnya, ada sebagian orang yang enggan menyisihkan sedikit harta untuk orang tuanya. Seolah terasa berat sekali memberikan uang (sekedar untuk biaya membeli beras dan lauk) kepada orang tuanya.
Andaikan orang tua kita masih kuat, tentu mereka tidak akan mengharapkan pemberian dari anak-anaknya.
Bahkan ada sebagian orang tua yang akhirnya memaksakan diri untuk bekerja keras. Walau sebenarnya pekerjaan itu sudah tidak layak mereka kerjakan (di usia setua itu). Namun demi untuk bertahan hidup, akhirnya pekerjaan berat itu mesti mereka jalani juga.Coba perhatikan foto ilustrasi diatas. Jika orang tua kita sudah seuzur itu, tegakah kita membiarkan mereka masih bekerja keras seperti itu? Dimanakah letak nurani kita? Kapankah lagi masanya kita akan membalas semua jasa-jasa mereka?
Namun demikianlah, ternyata masih ada sebagian kecil orang yang tega membiarkan orang tuanya dalam kondisi seperti itu. Benarlah bunyi pepatah lama : "Kasih orang tua sepanjang jalan, kasih anak sepanjang penggalahan".
Ada orang tua yang mati-matian berjuang, bahkan rela menahan lapar demi anak-anaknya. Hal ini pernah terjadi pada ibu dan ayah saya sendiri (penulis) pada tahun '97 - '98. Ketika itu krisis moneter sedang menghantam Indonesia. Perekonomian lumpuh seketika, nilai mata uang jatuh dan semua harga kebutuhan pokok meroket naik.
Saat itu, demi mendapatkan uang untuk membeli beras, ayah saya rela berkeliling mencari dan menawarkan orderan jahitan. Seringkali ayah berkeliling mencari order dalam kondisi perut yang kosong (belum sarapan). Namun hal itu mesti dilakukan ayah, demi untuk semua anak-anaknya.
Dan ibu saya juga tidak kalah perjuangannya. Ibu tidak pernah tinggal diam dan membiarkan ayah berjuang sendiri. Untuk membantu ayah agar dapat memenuhi semua kebutuhan pokok dan menyekolahkan anak-anaknya, ibu saya rela bekerja keras dengan cara berdagang.
Entah sudah berapa jenis usaha yang telah pernah dijalani oleh ibu saya. Mulai dari berdagang keripik singkong, jualan kue, jualan buah, hingga berdagang mainan di emperan kaki lima. Berkat kerja kerasnya selama bertahun-tahun, akhirnya sekarang ibu sukses memiliki 4 toko mainan dan 1 toko pakaian. Sebuah grup bisnis keluarga, dan saya adalah salah satu pemilik toko mainan tersebut.
Ibu saya adalah sang founder (pendiri), dan semua anak-anaknya-lah yang mengembangkan usaha keluarga tersebut. Kini ibu saya tinggal memetik semua hasil kerja kerasnya, karena setiap bulan selalu mendapatkan 'setoran laba bersih' dari semua anak-anaknya.
Alhamdulillah kami (saya dan semua adik-adik) sangat menyayangi kedua orang tua kami. Jika dulu ayah dan ibu berjuang mati-matian demi masa depan anak-anaknya, maka kini giliran kami semua sebagai anak-anaknya untuk membahagiakan mereka.
Oleh karena itu, kepada teman-teman semua, marilah kita menyayangi dan memperhatikan kedua orang tua kita. Terlebih jika usia mereka sudah lanjut dan sudah tidak mampu untuk bekerja keras lagi. Sisihkanlah sedikit harta kita untuk mereka. Minimal cukup untuk memenuhi kebutuhan pokoknya.
Jika penghasilan kita masih pas-pasan, maka berikanlah yang sekedar kita mampu. Sisihkanlah 100 ribu, 200 ribu atau 300 ribu per bulan. Kalau cuma jumlah segitu saya rasa kita masih mampu deh. Atau di akali dengan cara 'keroyokan'. Misal jika kita ada 5 orang bersaudara, maka sisihkan 200 ribu per orang setiap bulannya. Saya yakin pasti kita mampu jika ada kemauan.
Nah, 200 ribu x 5 orang = 1.000.000. Saya rasa uang sejumlah itu dapat memenuhi biaya kebutuhan pokok orang tua kita selama 1 bulan. Kalau bisa sih per anak memberi 300 ribu, sehingga dapat 1,5 juta. Sehingga orang tua kita bisa beli bahan lauk pauk yang agak enakan.
Kalau 300 ribu perbulan, berarti 'kan kita hanya menyisihkan 10.000 rupiah per hari. Masa iya, cuma nyisihin duit 10 ribu per hari kita gak mampu sih?
Bagaimana jika kita mampu memberikan yang lebih banyak dari jumlah itu? Oh tentu saja itu jauh lebih baik. 😊
Dan ada hal lain yang jauh lebih besar nilainya daripada itu, yaitu perhatian yang tulus dari kita. Oleh karena itu, jika kita sedang berada jauh di perantuan, maka sewaktu-waktu telponlah mereka. Walau sekedar menanyakan kabar saja, itu pun sudah dapat menyenangkan hati kedua orang tua kita.
Semoga kita semua selalu di beri ilham oleh Allah untuk selalu mengasihi kedua orang tua kita, sebagaimana mereka telah mengasihi kita ketika kecil, Aammiin,,,,..,,.
Mudah-mudahan tulisan ini dapat bermanfaat. Jika anda menyukai isi artikel ini, maka silahkan bagikanlah. Mudah-mudahan isinya juga dapat bermanfaat dan menjadi inspirasi bagi saudara, sahabat dan teman-teman kita yang lainnya.
Sampai jumpa lagi di artikel selanjutnya. Salam.
Namun demikianlah, ternyata masih ada sebagian kecil orang yang tega membiarkan orang tuanya dalam kondisi seperti itu. Benarlah bunyi pepatah lama : "Kasih orang tua sepanjang jalan, kasih anak sepanjang penggalahan".
Kasih anak bisa di ukur, sedangkan kasih orang tua nyaris tanpa batas.
Semua orang tua pasti akan rela berkorban demi anak-anaknya. Apapun akan rela dilakukan demi kebahagiaan anak-anaknya. Mereka mau membanting tulang dan bekerja keras, agar dapat menyekolahkan anaknya sampai ke perguruan tinggi. Dengan harapan semoga anaknya jauh lebih sukses daripada mereka.Ada orang tua yang mati-matian berjuang, bahkan rela menahan lapar demi anak-anaknya. Hal ini pernah terjadi pada ibu dan ayah saya sendiri (penulis) pada tahun '97 - '98. Ketika itu krisis moneter sedang menghantam Indonesia. Perekonomian lumpuh seketika, nilai mata uang jatuh dan semua harga kebutuhan pokok meroket naik.
Saat itu, demi mendapatkan uang untuk membeli beras, ayah saya rela berkeliling mencari dan menawarkan orderan jahitan. Seringkali ayah berkeliling mencari order dalam kondisi perut yang kosong (belum sarapan). Namun hal itu mesti dilakukan ayah, demi untuk semua anak-anaknya.
Dan ibu saya juga tidak kalah perjuangannya. Ibu tidak pernah tinggal diam dan membiarkan ayah berjuang sendiri. Untuk membantu ayah agar dapat memenuhi semua kebutuhan pokok dan menyekolahkan anak-anaknya, ibu saya rela bekerja keras dengan cara berdagang.
Entah sudah berapa jenis usaha yang telah pernah dijalani oleh ibu saya. Mulai dari berdagang keripik singkong, jualan kue, jualan buah, hingga berdagang mainan di emperan kaki lima. Berkat kerja kerasnya selama bertahun-tahun, akhirnya sekarang ibu sukses memiliki 4 toko mainan dan 1 toko pakaian. Sebuah grup bisnis keluarga, dan saya adalah salah satu pemilik toko mainan tersebut.
Ibu saya adalah sang founder (pendiri), dan semua anak-anaknya-lah yang mengembangkan usaha keluarga tersebut. Kini ibu saya tinggal memetik semua hasil kerja kerasnya, karena setiap bulan selalu mendapatkan 'setoran laba bersih' dari semua anak-anaknya.
Alhamdulillah kami (saya dan semua adik-adik) sangat menyayangi kedua orang tua kami. Jika dulu ayah dan ibu berjuang mati-matian demi masa depan anak-anaknya, maka kini giliran kami semua sebagai anak-anaknya untuk membahagiakan mereka.
Oleh karena itu, kepada teman-teman semua, marilah kita menyayangi dan memperhatikan kedua orang tua kita. Terlebih jika usia mereka sudah lanjut dan sudah tidak mampu untuk bekerja keras lagi. Sisihkanlah sedikit harta kita untuk mereka. Minimal cukup untuk memenuhi kebutuhan pokoknya.
Jika penghasilan kita masih pas-pasan, maka berikanlah yang sekedar kita mampu. Sisihkanlah 100 ribu, 200 ribu atau 300 ribu per bulan. Kalau cuma jumlah segitu saya rasa kita masih mampu deh. Atau di akali dengan cara 'keroyokan'. Misal jika kita ada 5 orang bersaudara, maka sisihkan 200 ribu per orang setiap bulannya. Saya yakin pasti kita mampu jika ada kemauan.
Nah, 200 ribu x 5 orang = 1.000.000. Saya rasa uang sejumlah itu dapat memenuhi biaya kebutuhan pokok orang tua kita selama 1 bulan. Kalau bisa sih per anak memberi 300 ribu, sehingga dapat 1,5 juta. Sehingga orang tua kita bisa beli bahan lauk pauk yang agak enakan.
Kalau 300 ribu perbulan, berarti 'kan kita hanya menyisihkan 10.000 rupiah per hari. Masa iya, cuma nyisihin duit 10 ribu per hari kita gak mampu sih?
Bagaimana jika kita mampu memberikan yang lebih banyak dari jumlah itu? Oh tentu saja itu jauh lebih baik. 😊
Dan ada hal lain yang jauh lebih besar nilainya daripada itu, yaitu perhatian yang tulus dari kita. Oleh karena itu, jika kita sedang berada jauh di perantuan, maka sewaktu-waktu telponlah mereka. Walau sekedar menanyakan kabar saja, itu pun sudah dapat menyenangkan hati kedua orang tua kita.
Intinya jangan sampai kita menjadi orang yang menyesal setelah kedua orang tua kita tiada. Menyesal karena tidak pernah memperhatikan dan selalu mengabaikan mereka.
Setelah mereka meninggal dan tiada, barulah terasa betapa berharganya semua pengorbanan yang telah mereka berikan kepada kita sejak kecil. Namun tiada guna menyesal, karena semuanya telah menjadi bubur. Dan waktu tidak akan mungkin bisa kembali lagi ke masa orang tua kita masih hidup.Semoga kita semua selalu di beri ilham oleh Allah untuk selalu mengasihi kedua orang tua kita, sebagaimana mereka telah mengasihi kita ketika kecil, Aammiin,,,,..,,.
Mudah-mudahan tulisan ini dapat bermanfaat. Jika anda menyukai isi artikel ini, maka silahkan bagikanlah. Mudah-mudahan isinya juga dapat bermanfaat dan menjadi inspirasi bagi saudara, sahabat dan teman-teman kita yang lainnya.
Sampai jumpa lagi di artikel selanjutnya. Salam.
Post a Comment for " Kasih Orang Tua Sepanjang Jalan, Kasih Anak Sepanjang Penggalahan"